Dalam kamus Bahasa Indonesia, wirausaha
diidentikkan dengan wiraswasta, sehingga wirausahawan dapat disebutkan
sebagai “orang yang pandai atau berbakat mengenal produk baru,
menentukan cara produksi baru, dan menyusun pedoman operasi untuk
pengadaan produk baru,memasarkannya, serta mengatur permodalan
operasinya. ( Suryanto (ed), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya,
Apollo, 1977 Hal 601 )
Akan tetapi adalah suatu kenyataan bahwa
aktifitas berwirausaha merupakan bidang kehidupan yang kurang berkembang
secara memuaskan di kalangan masyarakat pribumi atau masyarakat muslim
Indonesia. Banyak factor psikologis yang membentuk sikap negatif
masyarakat terhadap profesi wirausaha. Pertama, image lama yang melekat
pada orang yang aktif pada bidang ini, antara lain sifat agresif,
ekspansif, bersaing tidak jujur, kikir, sumber penghasilan tidak stabil.
Image ini menyebabkan sebagian besar masyarakat kita tidak tertarik
untuk berwirausaha.
Para orang tua sebagian besar menginginkan anaknya
menjadi pegawai negeri, pegawai di perusahaan swasta terkenal, jadi
insinyur, dokter, pilot, tentara dan jabatan – jabatan keren lainnya.
Hampir tidak ada yang menginginkan anaknya jadi wirausahawan. Kalaupun
ada yang berminat, sangat terbatas di kalangan mereka yang tidak
diterima di perguruan tinggi, pegawai, tentara dan sebagainya.
Kedua,
sikap tidak tertarik pada kegiatan wirausaha itu juga dipicu oleh
pemahaman yang terlalu simplistic (dangkal) terhadap ajaran agama,
khususnya hadis – hadis yang secara sepintas dipahami seakan – akan
tidak mementingkan kesuksesan di dunia.
Misalnya : Dunia ini penjara bagi orang yang beriman, dan sorga bagi orang kafir ( Al Hadits )
Di
samping itu juga ditemukan ajaran – ajaran agama, khususnya di dunia
tasawuf dan tarekat yang, jika dipahami secara sempit, akan cenderung
mengecilkan arti prestasi keduniaan, seperti zuhud, wara, faqir dan
sebagainya.
Kondisi yang memprihatinkan akibat tradisi dan pemahaman
ini akhirnya membuat anak negeri kurang menyentuh kewirausahaan, dan
pada gilirannya menyebabkan negeri kita sangat tertinggal bila
dibandingkan dengan negara – negara seperti Singapura, Jepang, Korea,
Hongkong bahkan Malaysia, di mana negara tersebut mempunyai masyarakat
yang memiliki jiwa wirausaha yang sangat tinggi.
Berangkat dari dasar
pemikiran itu, maka pengembangan dan penumbuhan jiwa kewirausahaan
merupakan tugas yang inhern dalam agama, dan juga merupakan salah satu
alternatif bagi pemulihan krisis ekonomi dan lapangan kerja yang masih
melilit bangsa kita.
Paling tidak ada dua alasan mengapa
kewirausahaan perlu dikembangkan di Indonesia, dengan penduduk yang
mayoritas muslim ini. Pertama, kenyataan dari sejumlah angkatan kerja
yang ada, masih sangat sedikit yang tertampung dalam lapangan kerja,
sehingga pembukaan lapangan kerja baru menjadi suatu keniscayaan dalam
pemberdayaan masyarakat Indonesia.
Kedua, Nabi Muhammad SAW yang
merupakan ikutan dan teladan bagi ummat Islam, komunitas terbanyak
negeri ini, adalah seorang pedagang yang sangat ulet dan professional,
jujur, memegang amanah, dan terpercaya. Bahkan kredibilitas dan
integritas pribadinya sebagai pedagang mendapat pengakuan, bukan hanya
dari kaum muslimin, tetapi juga orang Yahudi dan Nasrani, dikarenakan
Nabi menjalankan usahanya dengan sangat professional ( Semua sejarah
Nabi Muhammad membuktikan hal ini. Lihat, misalnya, Husein Haekal,
Hayatu Muhammad )
B. Berusaha Bagian Integral dari Kehidupan
Sebagai
agama yang menekankan dengan kuat sekali tentang pentingnya keberdayaan
ummatnya, maka Islam memandang bahwa berusaha atau berwirausaha
merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan
hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha
itu. Di antaranya :
Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah ( QS Al Jumuah : 10 ).
Sungguh
seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali,
kemudian pergi ke gunung kemudian kembali memikul seikat kayu bakar dan
menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan
hidupmu, itu lebih baik daripada meminta – minta kepada sesama manusia,
baik mereka memberi maupun tidak. ( HR Bukhari ).
Pernah suatu saat
Rasulullah ditanya oleh para sahabat, “pekerjaan apa yang paling baik ya
Rasulullah ? Rasulullah menjawab, seorang bekerja dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli yang bersih. ( HR Al Bazzar )
Pedagang
yang jujur lagi terpercaya adalah bersama – sama Nabi, orang – orang
shadiqin, dan para syuhada ( HR Tirmidzi dan Ibnu Majah ).
Perhatikan olehmu sekalian, sesungguhnya perdagangan itu di dunia ini adalah sembilan dari sepuluh pintu rezeki ( HR Ahmad ).
Hadis
– hadis di atas memperlihatkan bagaimana kewirausahaan merupakan
aktifitas yang inhern dalam ajaran Islam. Sedemikian strategisnya
kedudukan kewirausahaan dan perdagangan dalam Islam, hingga teologi
Islam itu dapat disebutkan sebagai “teologi perdagangan” ( commercial
theology ). Hal tersebut dapat dilihat dalam kenmyataan bahwa :
Hubungan
timbal balik antara Tuhan dan manusia bersifat perdagangan betul, Allah
adalah Saudagar sempurna. Ia ( Allah ) memasukkan seluruh alam semesta
dalam pembukuan-Nya. Segalanya diperhitungkan, tiap barang diukur. Ia
telah membuat buku perhitungan, neraca – neraca, dan Ia ( Allah ) telah
menadi contoh buat bisnis - bisnis yang jujur.
Pengembangan
kewirausahaan di kalangan masyarakat Indonesia memiliki manfaat yang
terkait langsung dengan pengembangan masyarakat. Manfaat tersebut antara
lain: Pertama, pengembangan kewirausahaan akan memberikan konstribusi
yang besar bagi perluasan lapangan kerja, sehingga dapat mengurangi
angka pengangguran.
Kedua, berkembangnya kewirausahaan akan
meningkatkan kekuatan ekonomi negara. Telah terbukti dalam sejarah
perjalanan bangsa kita, bahwa UKM adalah basis ekonomi yang paling tahan
menghadapi goncangan krisis yang bersifat multidimensional.
Ketiga,
dengan semakin banyaknya wirausahawan, termasuk wirausahawan muslim,
akan semakin banyak tauladan dalam mayarakat, khususnya dalam aktifitas
perdagangan. Sebab, para wirausahawan memiliki pribadi yang unggul,
berani, independen, hidup tidak merugikan orang lain, sebaliknya malah
memberikan manfaat bagi anggota masyarakat yang lain. Keempat, dengan
berkembangnya kewirausahaan, maka akan menumbuhkan etos kerja dan
kehidupoan yang dinamis, serta semakin banyaknya partisipasi masyarakat
terhadap pembangunan bangsa.
C. Sifat – Sifat Dasar wirausaha Muslim
Sebagai
konsekuensi pentingnya kegiatan wirausaha, Islam menekankan pentingnya
pembangunan dan penegakkan budaya kewirausahaan dalam kehidupan setiap
muslim. Budaya kewirausahaan muslim itu bersifat manusiawi dan religius,
berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak menjadikan
pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya.
Dengan demikian seorang
wirausahawan muslim akan memiliki sifat – sifat dasar yang mendorongnya
untuk menjadi pribadi yang kreatif dan handal dalam menjalankan
usahanya atau menjalankan aktivitas pada perusahaan tempatnya bekerja.
Sifat – sifat dasar itu di antaranya ialah :
Selalu menyukai dan
menyadari adanya ketetapan dan perubahan. Ketetapan ditemukan antara
lain pada konsep aqidah ( QS. Al Anbiya : 125 ). Sedangkan perubahan
dilaksanakan pada masalah – masalah muamalah, termasuk peningkatan
kualitas kehidupan (QS al Ra’d : 11 ).
Bersifat inovatif, yang
membedakannya dengan orang lain. Al Quran menempatkan manusia sebagai
khalifah, dengan tugas memakmurkan bumi, dan melakukan perubahan serta
perbaikan ( al Hadis ).
Berupaya secara sungguh – sungguh untuk
bermanfaat bagi orang lain. Ada beberapa hadis Nabi yang menjelaskan
keharusan seseorang untuk bermanfaat bagi orang lain.
Manusia terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain ( al Hadis )
Siapa
yang membantu seseorang untuk menyelesaikan kesulitan didunia, niscaya
Tuhan akan melepaskannya dari kesulitan di hari kemudian ( al Hadis ).
Siapa
yang menyayangi seseorang di dunia, maka Yang Di Langit akan
menyayanginya ( al Hadis )Tidak disebut seseorang itu beriman sebelum ia
menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri ( al
Hadis ).Karyanya dibangun secara berkelanjutan. Bukan hanya untuk sesaat
atau untuk dirinya sendiri atau orang sezamannya, tetapi untuk jangka
waktu yang lebih panjang dan bagi generasi – generasi sesudahnya. Bukan
hanya diusahakan berjalan baik pada masanya, tetapi juga sesudahnya.
Tegasnya, dibutuhkan pelembagaan bagi sistem kerjanya. Banyak hadist dan
ayat – ayat yang memberikan bimbingan dalam hal ini. Di antaranya :
Bekerjalah kamu untuk dunia seolah – olah engkau hidup selama – lamanya,
dan bekerjalah untuk akhirat, seolah olah kamu akan mati esok hari ( al
Hadis ).
Sekiranya kamu tahu bahwa engkau akan mati esok hari, silakan kamu menanam kurma hari ini ( al Hadis ).
Hendaklah
merasa kawatir orang – orang yang meninggalkan keturunannya berada
dalam keadaan lemah, kawatir akan masa depan mereka ( QS. Al Nisa’ : 9 )
Label: Seputar Bisnis Muslim