KETENANGAN MEMBAWA KESENANGAN

Mengenal dan mencintai Allah membawa ketenangan. Mendekat berlutut di hadapan Allah menghilangkan ego dan hawa, lalu menghidupkan ruh, melembutkan jiwa dalam ketenangan yang indah, kemudian menyusup rasa senang dalam dada dan dalam pikiran. Maka, damailah hati, di rumah dan di manapun kita berada.
Untuk mendapatkan itu semua, mesti mencari dan menjemput ketenangan itu.
 
Jemputlah dengan membawa wadah yang bersih. Setiap meminta apapun kepada Allah semestinya selalu membawa wadah.
Setiap orang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Bila kita mempunyai kekurangan, selalu Allah SWT memberikan kelebihan pada sisi lainnya.
 
Tapi sayang, manusia kadang menolak pemberian itu karena tidak sesuai dengan seleranya, padahal itu pilihan Allah swt., dan Allah selalu memberikan yang terbaik untuknya. Sedangkan yang diinginkan makhluq manusia itu kebanyakan berdampak buruk baginya.
 
Bunga di tangan (dari Allah) dicampakkan. Yang berduri dalam jambangan selalu didambakan (padahal itu berbahaya).
Keterbatasan manusia tidak mampu melihat ke masa depan dan tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya.
 
Seharusnya tidak meminta benda, tetapi meminta disayang oleh Sang pencipta. Perbanyak sujud di luar shalat, sujudlah dengan membaca “Ya Arhamar- Rahimin” 11 x atau 7 x, “Wahai Sang penyayang, sayangilah.”
 
Bertekuk lutut bersujud dan memohon kasih sayang Allah sesering mungkin. Yakinlah, Allah swt. akan melas dan insya Allah menyayangi anda. Amin!
 
Ketenangan yang menyenangkan itu adalah nur-nya Allah swt. yang bersinar, menyala dalam hati kita. Bila hati ini sudah tidak menginginkan yang tidak berguna, tenanglah dia
Sesungguhnya kebahagiaan itu tidak terdapat pada kepuasan karena kepuasan itu sendiri tidak pernah ada. 

Kalaupun seperti ada, hanya sementara lalu lenyap tak ada, karena manusia amat terikat dengan apa-apa yang ada di dunia dan ikatan itu mengikat terus menerus membuat sang manusia menjadi letih melayani apa-apa yang tidak pernah memuaskan, hanya keletihan. 

Manusia akan berhenti mengejar senang yang semu itu bila sudah terbaring di lahat. Di situ sudah tidak ada lagi penjajah. Sesungguhnya di dunia ini kita dapat hidup senang asalkan mampu berontak membebaskan diri dari penjajah nafsu.
 
Membebaskan diri dari rantai duniawi itu penting sekali, karena pada saat sakaratul maut atau saat dicabutnya serabut nyawa, akan terasa sakit bila kita tidak rela karena masih mencintai kehidupan dunia dan masih terkait dengan apa-apa yang ada di dunia ini.
Melihat permukaan laut belumlah mengenal laut. Terjun dan masuklah ke pedalaman lautan, maka akan nampak keindahan laut yang sebenarnya. 

Mengenal Allah tidak cukup dengan membaca tulisan “ALLAH” atau “ الله “, tetapi belajarlah.
Mengenal Allah melalui syari’at.
Mengenal Allah melalui tarikat.
Mengenal Allah melalui hakikat.
Mengenal Allah melalui ma’rifat.
 
Imam As-Sajjaad yang menyaksikan ayahnya disembelih di Padang Karbala, paman, bibi dan banyak keluarganya dibunuh serta dihina oleh Yazid, namun beliau tidak larut dalam duka. Tetapi beliau melarut diri dalam kebersamaan dengan Allah swt. Beliau terus menerus berdekatan dengan Allah. Beliau suci dan mensucikan diri hingga dekat tanpa jarak dengan yang Maha suci.
 
Kini siapapun yang ingin bersama Allah, cucilah pikiran dan perasaan, keluarlah dari kepompong yang kotor, terbanglah seperti kupu-kupu mencari cinta Sang pencipta.
 
Keluarlah dari tubuh dengan segala keinginannya yang rendah. Hiduplah dengan ruh yang selalu merindu Sang pemilik ruh, Allah swt. yang amat pengasih cinta, arhamar-rahimin.

Sumber

Label: , ,